Tuesday, 13 October 2009

Naskah Drama "STRESS"




Karya Yulian Istiqomah, S.Pd


Prolog: (dengan iringan music) oleh narator
Ibarat seorang musafir di padang pasir yang tak pernah terpuaskan dahaganya, nafsu dan keinginan manusia tak akan pernah ada habisnya. Tak dapat terkendali kecuali dengan iman yang bersemayam dalam jiwa. Namun… apabila nafsu dan asa manusia tak lagi dapat terpuaskan oleh harta, cinta, bahkan norma…. Maka di dalam kemelut jiwa yang kian mendera… sesungguhnya Syetan-lah sang jawara di atas keterpurukkan iman dan logika kita.
(musik meninggi sejenak)
Para pemirsa… Klub “Teater FATWA” MTsN Sumberagung Jetis Bantul di bawah bimbingan Ibu Yulian Istiqomah, S.Pd dan Ibu Lutfiatul Khasanah, S.Pd, dan Supervisor Muh.Annas Bangkit Widyanarto, berserta segenap kru Poduksi, dengan bangga…. mempersembahkan sebuah drama yang berjudul “STRESS” Karya Yulian Istiqomah, S.Pd., dengan Pemain : (Husen) sebagai Ayah, (Latifah) sebagai Ibu, (Dayu) Sebagai Darto, (Yuli) Sebagai Siti, (Elita) sebagai Orang Gila, (Aulia) Sebagai Rentenir, (Intan) Sebagai Tetangga, (Avin) sebagai Dokter, (Robi) Sebagai Pengamen. (Reni) sebagai Warga 1, (Agus) sebagai warga 2, (Sukma) sebagai warga 3, (Mifta) sebagai perawat 1, dan (Heru) sebagai perawat 2.----------Selamat Menyaksikan!!............

Setting:
Di sebuah ruang tamu sederhana terdapat meja, kursi, dan di belakang kursi ada sebuah almari kecil dan Hiasan Dinding. Di Kursi itu si Ibu dan Si anak (Siti) sedang duduk berdua sambil memamerkan baju, HP, dan perhiasan baru yang mereka pakai tak perduli pada si Darto (anak Idiot )yang sibuk dengan pulpen dan bukunya di lantai berusaha menulis

  1. Siti : “Aduh! Aku pasti kelihatan cantik sekali ya, Mi ya? Coba dech Mami lihat aku. Baju baru, sepatu baru, perhiasan, HP baru. Wuah…senangnya. Oh iya, aku sudah kelihatan borju belum, Mi?” (berdiri menunjukkan semua yang disebutkan dengan antusias dengan gaya centil)
  2. Ibu : “Dasyat, Sayang! Kamu sudah seperti primadona. Teman-teman kamu di sekolah pasti langsung ngefans semua sama kamu, Siti Sayang, anak mami yang paling cantik! Ndak sepeti si Darto Idiot ini. Huh, bikin malu saja!” (berdiri memeluk Siti melotot marah ke arah Darto)
  3. Siti : “Ough…terimakasih. Mami memang mami paling baik sedunia!” (mereka berpelukan.tertawa). “tapi kapan kita punya motor Mio, Mi? Padahal si Dina itu sudah…..” (Siti Manyun trus duduk)
  4. Rentenir : “Assalamu’alaikum….” (Masuk dan langsung pasang senyum siap nagih utang)
  5. Ibu : “Wa’alaikumsalm… Maaf Bu Tatik, saya belum dapat bayar utang..” (tanpa Dosa)
  6. Rentenir : “Wah..ndak bisa gitu tho Yu.. Mbakyu ini sudah utang 10 juta. Ini hari yang mbakyu janjikan itu. Saya datang menagih janji. Jangan ingkar terus. Sesuai catatan saya, mbakyu hari ini harus bayar 500 ribu. Ayo, mana uang itu?” (mulai marah mendekati Ibu, Siti langsung berdiri)
  7. Siti : “Eh, kalau mamiku bilang tidak punya uang, itu ya berarti belum dapat bayar utang, Tante! Dunia belum kiamat kok, masih banyak waktu. Ya tho Mi? Ah, tante ini. Gitu saja kok repot!” (dengan wajah tanpa dosa yang membuat rentenis itu makin marah)
  8. Rentenir : “Mami... mami. Ibu dan anak sama saja. Kalo miskin itu mbok ya miskin saja. Ndak usah berlagak borju. Takabur. Eh, Yu! Suamimu itu sudah bangkrut. Sekarang Cuma jadi KULI! Mau bayar pake apa dia? Pake batu? Mbok hidup itu sak madya saja, Yu! Ndak usah neko-neko. Ah, Sudah! Saya ndak mau tawar lagi. Pokoknya 2 hari lagi saya kemari. Jika belum bayar juga akan saya sita barang-barang yang ada di sini! Termasuk perhiasan dan baju-baju kalian itu!..... Permisi!” (langsung pergi)
  9. Darto : (Menarik-narik rok Ibunya dan berkata dengan susah payah) “Pen… Bu…pen...!” (menggoyang-goyangkan pen-nya) “Hab…habis… mau… yang….balu…” (merengek)
  10. Ibu : (menimpuk kepala Darto dan mendorong-dorong badannya) “Huh! Pen baru kepalamu! Anak tidak berguna! Tahu seperti ini, ibumu ini tidak mau melahirkan kamu. Mbok….kamu itu bekerja! Cari uang di jalan sana!” (melampiaskan emosi)
  11. Darto : (mencoba bangun sambil menangis) “as…to…pirlloh al adzim…Belcyukul…pada Alloh, ibu.. jangan..unda…kebaikan, maut…datang… ka..pan…aja…I..buuu…”
  12. Ibu : “Eh….anak kurang Aj…..!” (Tangan terangkat akan memukul Darto, tapi segera ditahan Siti)
  13. Siti : (tersenyum manja bergelayut di lengan ibunya).”E…. sudah, Mi. daripada ngurus Darto mending kita masak di dapur yuk, Mi. Siti laper nich…”
  14. (mereka keluar panggung, Darto sendirian bingung berdiri melongok keluar pintu masuk. Memainkan bukunya lagi. Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras. Darto terkejut, berteriak memanggil Ibu dan Siti.)
  15. Darto : “Ibuuuuu……!!”…. “Siittiiii……!!” (lari ke dalam rumah, keluar lagi sambil menangis)
  16. (Tetangga dan 3 orang warga lainnya datang dengan raut wajah bingung. Tetangga langsung mendekati Darto)
  17. Tetangga : “Darto!!… apa yang terjadi, le? Suara ledakan apa itu? Mana ibu dan mbakyumu, Darto?”(melihat Darto hanya duduk menangis di kursi, tetangga dan 3 orang warga masuk. 2 warga keluar lagi diikuti tetangga)
  18. Tetangga : (Teriak) “Api!...Kebakaran!...Aduh, Bagaimana ini?...Padamkan!...Ambil air!... Ceppaaaattt!!”(Tetangga masuk lagi ke dalam, sebentar kemudian keluar, sudah hampir sampai ke pintu keluar, balik lagi mendekati Darto bertepatan dengan 2 warga tadi yang masuk ke dalam rumah membawa ember/slang)
  19. Tetangga : “Darto…saya panggil dokter dulu! Kamu di sini saja. Jangan masuk! Kamu ngerti kan?” (pergi) (2 warga lari keluar membawa ember, berpapasan dengan ayah yang baru pulang kerja dan kebingungan. Melihat ayahnya datang, Darto langsung bangkit dari duduknya dan memeluk ayahnya)
  20. Ayah : “A...Ada apa ini?... Darto… ada apa ini, Le?” (mengguncang tubuh Darto,lalu melepaskan)(Ayah berniat masuk ke dalam, namun tepat sebelumnya tetangga dan seorang dokter dan perawat 1 datang)
  21. Tetangga : “Tunggu, Pak! Jangan kesana! Bahaya! Silahkan dokter!”( dokter dan perawat 1 masuk)
  22. Ayah : “Apa yang terjadi? Kebakaran? Oh…Tidak!...Rumahku tidak mungkin kebakaran, mbakyu!... (Tetangga mengangguk. Ayah terliat shock) “Ya…Allah! Kenapa bisa seperti ini? Lalu… mana anak dan istriku?!... Katakan!” (mengguncang lengan tetangga)
  23. Tetangga : “Sab…sabar, Pak! tabung gas bapak meledak dan…,Tap..tapi..Saya mohon, bapak harus kuat menerima takdir Allah ini. Istri dan anak bapak….” (warga 1 muncul, wajah dan baju kusut)
  24. Warga 1 : “Mbakyu, api sudah padam. Tapi bagian rumah belakang habis terbakar. Kedua jenazah sudah diamankan. Permisi, saya akan segera cari ambulan. (melihat ke Ayah) sabar ya, Pak!” (keluar)
  25. Ayah : “Dua?..Du..Dua jenazah?!...(shock)… Siti, anakku?! Surti, Istriku?!...Oh…ini tidak mungkin!! Mereka tidak mungkin mati!!.. Katakan pada bapak, Darto! Ini tidak nyata!.. haha… katakan bahwa bapakmu ini Cuma mimpi, le!!.. (memeluk Darto) Oh….mereka tidak mungkin mati, le!”
  26. Dokter : (masuk panggung diikuti perawat 1) “Jenazah keduanya hangus terbakar, sulit dikenali mana si ibu dan si anak. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi lewat belakang. Kami turut prihatin, sungguh tragis nasib mereka. (memandang ke tetangga) Bu, Sebaiknya….ibu ikut kami ke rumah sakit untuk memeriksakan mereka. Kelihatannya mereka shock dan mohon bantuannya untuk mengurus segala sesuatunya. Mari!”….(semua keluar dari panggung. Panggung kosong. Diisi musik dan narator. Kru mengeluarkan meja dan kursi. Lalu memasukkan kursi taman panjang)
  27. Narator : “Musibah, keterpurukan, dan ketidakberdayaan… datang silih berganti. Menguji kekuatan iman yang terpatri. Namun… apabila ujian tak diterima dengan keikhlasan hati… maka emosilah yang akan memperbudak hati nurani. Dua hari kemudian, setelah pemakaman…”
  28. (Perlahan Ayah masuk panggung. Membawa pigura foto anak dan istrinya. Sebentar tertawa sebentar menangis)
  29. Ayah : “Haha… Surti…Siti… Ah kalian cantik sekali! Lama sekali kalian pergi berbelanja. Kapan kalian pulang?.... Oh…. Kompor sialan!!... kalian hangus terbakar. Tidak cantik lagi…. Kalian telah mati?!.. Haha… Hiks…Hiks.. jadi kalian telah mati? Tidak akan belanja lagi? Tidak Hutang lagi?! (tertawa) Haha… aku harus tertawa atau menangis untuk kalian?!... Kenapa?!... kenapa kalian tinggalkan aku dan Darto sendirian….” (menangis )…
  30. Rentenir : (masuk panggung mendekati ayah) “Eh… Pak. Yang sudah mati itu ya sudah! Tidak usah ditangisi. Sekarang yang harus bapak pikirkan adalah bagaimana caranya membayar hutang! Eh, Pak! Utang istrimu itu… sudah mencapai 10 juta! 10 Juta!... bayar hutang itu hukumnya WAJIB! Jadi bapak harus mulai berpikir… tangismu itu tidak akan melunasi hutang istrimu!”…
  31. Ayah : (Mengamati Rentener, berhenti menangis) “Heh… siapa kamu? Kamu… Aha… Oh… Surti? Kamu surti? Istriku?! Kamu… bawa uang 10 Juta?! Benar surti?.....” (mendekati si rentener, tapi rentener itu terus menghindar)
  32. Rentener : (kaget dan bingung) “Oalah…. Lha kok saiki malah STRESS!!...Heh, Pak! Saya kesini itu mau nagih utang, bukan kok mau jadi istrimu yang sudah meninggal itu. Surti! Surti!.... saya itu bukan petugas kemanusiaan. Mana? Bapak itu yang harus bayar utang 10 juta!!...”
  33. Ayah : “Apa…bayar 10 Juta? Utang?!.. Jadi kamu bukan surti…..surti sudah mati?...Surti…..” (bingung lantas menangis memanggil-manggil nama surti)
  34. Rentener : “We….lha STRESS tenan iki… waduh!” (kebingungan.... Pengamen masuk panggung)
  35. Pengamen : (membaca icik-icik, dan menyanyi sambil menari) “Hidup penuh liku…liku… ada suka ada duka…! Tak encrut…encrut!... Hidup penuh Liku-liku… ada suka ada…(melihat ke Ayah yang menangis dan tetangga yang manyun) Eit…. Ada apa ini?... ini menangis… ini marah…” (melihat ke Tetangga) “Oh… anda pasti sudah melakukan KDRT alias kekerasan dalam rumah tangga pada suami anda ya?!wah…anda bisa dituntut!” (dengan gaya sok tahu)
  36. Rentener : (kaget lalu marah) “We…Lha. Pengamen Gemblung Ki!... saya itu kesini mau nagih utang. 10 juta! Lha kok malah dikira melakukan KDRT! Bapak ini baru ditinggal mati anak dan istrinya, kebakaran. Makanya stress… tapi yang namanya utang orang meninggal kalau tidak dibayar itu Dosa! Memberati orang yang meninggal jadi tidak bisa masuk surga!... ngerti?”…
  37. Pengamen : “Oh….yes..yes… anda benar. Istri and anak bapak ini bisa tidak masuk surga nanti.” (mikir)
  38. Rentener : “Nah…jadi saya itu hanya mengingatkan bapak ini saja.”
  39. Pengamen : (menatap rentener dengan menuduh) “Tapi… bapak ini sedang berkabung. Anda kan bisa saja mengatakan, utang bapak saya anggap lunas… istri bapak ini kan bisa jadi masuk surga. Anda juga bisa masuk surga. Gimana?” (rentener makin marah)
  40. Rentener : “Utangnya 10 juta! Bukan kok 10 ribu saja. Saya itu juga butuh uang itu untuk makan. Ah, sudah! Ngomong kok karo cah gemblong. Ra jelas lanang po wadone! Permisi!..” (pergi)
  41. Pengamen : (mendekati Ayah yang masih menangis) “Duch… kasian sekali anda ini, Pak! Karena saya ini baik hati dan tidak sombong, saya akan menghibur Bapak dengan suara merdu saya. Oke?! Satu…dua…tiga….! Hidup penuh Liku-liku… ada suka…ada duka…semua orang… pasti pernah merasakannya...!!.. bagus kan, Pak? Bapak senang? Lagi ah! (memainkan alat musiknya) Satu…dua…tiga…! Hidup…” (tiba-tiba ada orang gila datang menari-nari sambil menyanyi.)
  42. Orang Gila : “Syalala… lala…lala…. (lagu diubah jinggle sarimi terus menari-nari di depan pengamen yang bengong dan Ayah yang mulai tertarik mengamati keduanya) syalala…syalala… syalalala.. lala…lala..lala…lala!” (berhenti dengan gaya teatrikal dan tertawatawa bahagia ke ara pengamen)
  43. Pengamen : “Ssst……! Hey, dilarang teriak-teriak disini… bapak ini sedang sedih! Pergi sana!”
  44. Orang gila : “Heh, siapa kamu? Menganggu saja! Aku ini sedang pentas menari. Lihat… orang-orang pada terpesona padaku… Hahaha… akulah sang juaranya… akulah sang raja dansa !!!...” (membungkuk secara teatrikal pada penonto,n, mendorong si pengamen marah) “Heh, Orang gila! Minggir sana! Aku akan latihan menari lagi. Biar para penonton ini semakin suka padaku! syalala…syalala… syalalala.. lala…lala..lala…lala!”
  45. (orang gila itu terus menari-nari keliling panggung dengan lagu yang sama. Pengamen hanya nyengir melihat tingkah orang gila itu. Ayah mendekati orang gila dan tersenyum)
  46. Pengamen : “Iiidihh! Dasar Sinting!.... eh, Bapak jangan ikut-ikutan orang gila ini! Sini bapak sama saya saja!” (menarik lengan Bapak agar mendekat padanya)
  47. Orang Gila : “Eh, kamu sirik ya!... kamu iri…karena aku ini pandai menari? Haha… ya kan? Kamu sirik. Huh, dasar Gila! Pergi sana!... (mendorong pengamen, lalu bingung mencari kayu yang digantung di leher) “Oh… Hp! Hpku bunyi! Tlolololot….Nih Hpku bunyi kan? Ini pasti Fansku.. Aku angkat ah…:” (menjauh dari pengamen dengan gaya dramatis mengangkat telpon) “Halo!.. halo! Iya…iya… terimakasih… penampilanku dasyat kan? Jelas!... hahaha…. Apa? Tandatangan… wah… pasti aku kasih… mau berapa? Seribu tanda tangan? Wah…hahaha…. Beres. Satu tanda tangan lima ribu ya?Daa….” (tertawa-tawa dan menari- nari)
  48. Pengamen : “Ich…. Benar-benar sinting ini orang. Sudah Gila! Amat sangat GILA sekali!” (jengkel)
  49. Orang Gila : ( mendekati Ayah dan Pengamen) “kalian lihat? Aku ini orang terkenal! Beken di seluruh Dunia. Fansku banyak! Aku itu kaya… (mencari-cari dalam saku dan mengeluarkan potongan kertas-kertas kosong) Nah, ini! Ini… lihat. Aku itu punya uang buanyak! Lihat… ini uang! Berjuta-juta… hahaha….. aku kaya! Kaya!!... kalian mau? Nich….” (ayah tertarik)
  50. Ayah : “Wuah… aku mau! Aku mau! Aku bisa bayar utang istriku dengan uang ini?!” (antusias)
  51. Orang Gila : “Jelas!... bapak bisa membeli apa saja. Mobil? Motor? Rumah? Pesawat?... semuanya bisa bapak beli.” (Mengambil kresek yang digantung di leher juga yang ternyata juga berisi potongan-potongan kertas. Diambil dan diberikan ke ayah sedangkan ayah begitu gembira memasukkan semua dalam saku)
  52. Pengamen : “Eh…Bapak! Aduh… gimana ini? Bapak jangan STRESS dong! Sadar pak! Sadar!”
  53. Orang Gila : (membentak pengamen yang langsung menurut takut) “Sudah diam!” (lalu menarik tangan pengamen yang ketakutan dan ayah yang antusias) “Kalian akan kuberi semua uangku… tapi ada syaratnya… kalian harus ikut menyanyi dan menari bersamaku. Setuju?!” (keduanya mengangguk) “Aku akan ajari kalian menari. Siap?! Heh, kamu yang hitung!”
  54. Pengamen : “Satu…dua…Tiga!...”
  55. Orang gila : (lagu aku seorang kapiten) “aku seorang penari, mempunyai uang banyak. Kalau berjalan… syalala… aku seorang penari…. Bagus!...Bagus! ayo ulangi!... Aku… seorang penari… mem…”
  56. Ayah : “Diam!!!....” (malotot marah ke pengamen dan orang gila yang melongo kaget) “Oh anakku….Istriku.... Heh, Pergi Kalian!... Kalian menganggu istri dan anakku yang sedang tidur tahu?! Pergi!... pergi sana!....” (mengusir orang gila dan pengamen) “Pergiii!!!....
  57. Pengamen dan Orang Gila : “Idiih… Dasar orang gila! Stress!” (mereka lari ketakutan dan bertubrukan dengan tetangga dan Dokter yang baru datang bersama darto yang kebingungan melihat tingkah mereka. Kedua orang itu bangun dan lari pergi.. Dengan heran Tetangga, Dokter, dan Darto mendekati ayah yang sedang tertawa-tawa )
  58. Ayah : “Hahaha….. dasar Bocah Gila!... menganggu saja! Anak dan Istriku kan sedang tidur! Kecapekan baru pulang belanja. Haha….hiks…. tapi…tapi mereka lalu mati! Mati!... aku sendirian… Istriku… kenapa kamu meninggalkan aku?!”… (terpuruk ke lantai… menangis)
  59. Darto : (memandang ketakutan pada ayahnya) “Ba…Bapak!!...” (berjalan mendekati ayahnya diikuti oleh tetangga dan Dokter)
  60. Ayah : “Heh,… siapa kamu?! Pergi!..Pergi!!.. kamu mau menagih hutang lagi, kan?! Atau…kamu mau membakar anak dan istriku, Heh?! Pergi!... cepat…pergi! (menjauh dan menghalangi langkah Darto, lalu mengusir darto yang tengah menangis sedih melihat kondisi ayahnya.)
  61. Darto : “Bapak…ini… Darto!..”
  62. Tetangga : “Pak, Lihat ini anakmu!!...Darto!...”
  63. Ayah : “Tidak!...anakku sudah mati. Hahaha….mereka sudah mati! Anak dan istriku sudah mati! Pergi!... pergi kalian!!” (terus meneriakkan kata pergi sebentar kemudian menangis)
  64. Dokter : “Bu, saya rasa bapak ini terlalu shock sehingga tidak waras. Lebih baik ibu jaga anak malang ini sebisa ibu. Saya yang akan urus bapak ini. Akan saya bawa ke rumah sakit jiwa. Setuju bu?” (terlihat seolah-menelpon, lalu 2 orang perawat datang)
  65. Perawat 1 : “Kami datang dokter. Siapa yang sakit? Apakah…anak ini?” (perawat 1 mendekati Darto)
  66. Perawat 2 : “Ssst..ngawur, ya jelas bapak ini yang sakit.” (kedua perawat mendekati Ayah)
  67. Ayah : (bingung lalu gusar) “Mau apa kalian?! Mau apa, Heh?! Pergi!!...jangan ganggu aku!..”
  68. Perawat 1 : “Mari ikut kami, Pak. Agar bapak sembuh. Percayalah… Mari…” (berusaha menenangkan)
  69. Dokter : “Ya, Bapak lebih baik bapak ikut kami ke rumah sakit. Kami akan merawat bapak sebaik-baiknya hingga sembuh. Ayo kita bawa bapak ini!” (dokter dan kedua perawat berusaha membawa ayah keluar panggung dengan susah payah…)
  70. Ayah : “Lepaskan!...siapa kalian? Pergi!! Pergi!!...”
  71. Darto : “Bapak…. Aku mohon jangan bawa bapakku, Suster!....” ( memegangi baju suster)
  72. Perawat 1 : “Percayalah… Bapakmu akan baik-baik saja bersama kami…” (menenangkan Darto)
  73. Tetangga : “Cepat, Dok! Sekarang kalian bawa saja bapak itu. Saya akan menjaga anak ini.”
  74. Darto : (ingin meraih ayahnya) “Tidak mau!...Bapak!!....Jangan bawa bapakku, Dokter!!... saya mohon!...jangan bawa bapakku, Dokter!” (Sekuat tenaga Tetangga memegang tangan Darto yang terus berusaha melepaskan diri untuk mengejar Ayahnya.)
  75. Tetangga : “Darto… relakan kepergian Bapakmu, Le… biar ia dirawat oleh Dokter itu. Kamu tinggal sama Tante saja, ya?!”
  76. Darto : (Menangis dan berteriak histeris) “Tidak mau!...Bapak!... Bapak!!...Jangan Tinggalkan Darto!!...(lemas) Ba… (mengambil nafas) Bapak…”(diucapkan dengan lirih…lalu pingsan)
  77. Tetangga : “Ah…Darto!”

HENING,…Darto pingsan. Tetangga duduk tertunduk di dekat tubuh Darto… musik menyayat…(keras)

Narator:
Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Suka, duka, kecewa, dan nestapa adalah kehendak Allah semata. Silih berganti mengikuti sekenario lakon kehidupan maha karya sang Illahi. Hanya imanlah sang pengendali nurani dan hanya kepada Allah-lah kita kembali. Sesungguhnya, Allah swt. Telah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 153 dan 155, Yang Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan sesungguhnya, Allah akan memberi sedikit cobaan kepadamu, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan jiwa. Gembirakanlah hati orang-orang yang bersabar.”
(Musik meninggi)
DEMIKIANLAH pemirsa, telah kita saksikan bersama persembahan drama yang berjudul “STRESS” karya : Ibu Yulian Istiqomah, S.Pd. Kami segenap kru yang terlibat mengucapkan terimakasih dan SAMPAI JUMPA!! (The-End)

Friday, 25 September 2009

Kupas Tuntas:Pementasan Drama “Atas Nama Ibu”


MTsN Sumberagung memiliki banyak ekstrakulikuler (Volly, Sepakbola, elektro, drumband, menjahit, musik, jurnalistik, dll). Salah satu dari kegiatan ekstra tersebut adalah Teater, yang dikenal dengan nama Teater Fatwa.
Klub Teater Fatwa berdiri tanggal 15 Februari 2008. Bias dibilang masih seumur jagung alias belum banyak sepak terjang. Namun teater Fatwa dapat dijadikan sebagai wadah bagi para siswa untuk mengasah kemampuan diri menjadi siswa yang kreatif, inovatif, dan percaya diri.
Para anggota klub bukan saja dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di kelas, tetapi juga mendapat banyak ilmu dan pengalaman tenatng dunia peran. Tidak semudah yang mereka bayangkan, namun mengasyikkan untuk dipelajari dan terus menggali kompetensi diri.
Apa yang hanya dapat mereka lihat di layar kaca, dalam Teater Fatwa dapat mereka pelajari bersama. Mulai dari tat arias, tata kostum, tata panggung, property, piƱata music, sutradara, produser, sampai mempelajari bagaimana mendalami suatu peran tokoh dalam naskah. Dengan kata lain, Klub Teater Fatwa adalah gambaran kecil dunia Entertaint di MTsN Sumberagung, atau kita sebut dengan “Bengkel Sastra”-nya MTsN Sumberagung.

Dengan menciptakan dunianya sendiri melalui seni peran, para siswa dapat mewujudkan impian mereka, karena dalam suatu karya sastra, segalanya dapat menjadi nyata.
Melalui Buletin Fatwa, siswa dapat menguraikan pengalaman mereka dalam bentuk tulisan dan mengasah bakat menulis mereka. Buletin Fatwa terbit secara berkala, disesuaikan dengan event pementasan klub Teater Fatwa. Dengan menggilir tim redaksi Buletin Fatwa pada seluruh anggota, diharapkan siswa akan memperoleh ilmu dan pengalaman yang merata.
Di bawah bimbingan Ibu Yulian Istiqomah, S.Pd. dan Ibu Lutfiatul Khasanah, S.Pd. Klub Teater Fatwa dan Buletin Fatwa dapat berkembang secara beriringan sebagai perintis organisasi yang bergelut dalam dunia peran dan sastra di MTs, yang bila diamati, hal sepeti ini jarang dimiliki oleh SMP/MTs lain di Kabupaten Bantul.
Suatu kewajiban berat bagi Klub Teater Fatwa sebgai perintis keberadaan Klub Teater di MTs/SMP, untuk menampilkan pementasan yang baik, demi memperoleh respon positif masyarakat dan demi eksistensi Klub Teater itu sendiri.
Untuk pementasan perdana, Klub Teater Fatwa yang beranggotakan 45 orang ini, mengadakan berbagai macam latihan dasar sebagai langkah awalnya. Latihan dasar tersebut meliputi olah tubuh, olah vocal, dan olah sukma. Latihan tersebut berlangsung selama 3 kali pertemuan.
Dengan bantuan Supervisor Arif Nurdiansyah dan Muklis Aryadi (Mahasiswa PBSI-UNY) para siswa dapat mempelajari latihan dasar dengan baik. Pada pertemuan keempat dengan bantuan Mas Arif dan Mbak Retno (mahasiswa PBSI-UNY) para siswa bermusyawarah memilih naskah yang akan dipentaskan dan melakukan casting (audisi pemain) pada pertemuan kelima. Setiap anggota bersaing dengan yang lain untuk memperoleh peran yang diinginkannya.
Setelah diperoleh 10 pemain untuk naskah “Atas Nama Ibu”, para siswa yang tidak lolos casting bergabung dalam tim produksi dan saling member dukungan satu dengan yang lain, sebagai satu tim. Seperti yang selalu ditekankan oleh Bu Yulian dan Bu Lutfi. Disiplin, bertanggungjawab dalam tugas, dan bekerja sama dengan sesame anggota. Oke kan prinsip-prinsip dalam klub Teater Fatwa?!.....(Redaksi)

Thursday, 24 September 2009

Pementasan Drama "ATAS NAMA IBU" (Pensi Th. 2008)


Pelindung: Dra. Ening Yuni S.A.,MA.
Pembimbing:
Yulian Istiqomah, S.Pd.
Lutfiatul Khasanah, S.Pd.
Sekretaris: Isti Anifah
Bendahara: Devi Ristyani

Crew Produksi

Penata Rias:

Halimah, Siska, Mei, Pipit, Ambar, Nova, Sela,Mey, dan Liya.
(Buat mereka menjadi cantik ya!)


Penata Kostum:

Mustanganah, Inaka, Siska, Eni, Ade, Fitri, Erni, Retno, Rohma, Cyndy.
(Carikan baju yang sesuai, oke?)


Penata Panggung:

Nurul, Surya, Mela, Tami, Hastin, Novela.
(Meski harus angkat2, semangat ya!)


Properti:

Isti, Anis, Septi, dan Marlina
(Hei, jangan lupa Rantang untuk tokoh tetangga ya!!)


Penata Musik:

Risti, Ayu, Eva, Devi
(Nyantai saja,dibantu bu Yulian Kok!)


Aktris/Aktor Picture

Sutradara: Muklis Aryadi

Pimpro: Erwin Dwiyanti

Narator: Ulfatun

Pemain:

Yuli Sebagai Santi Fahmi sebagai Tetangga

Riani sebagai Dina Nurlela sebagai Suster

Sri M. sebagai Nike Fuat sebagai Pak RT

Nurul sebagai Monika Bayu sebagai Dokter

Heri sebagai Polisi


Sinopsis Cerita “Atas Nama Ibu”
Cerita dalam drama ini mengisahkan tentang kehidupan seorang anak yatim yang teramat mencintai ibunya yang hanya selalu merintih kesakitan selama bertahun-tahun. Sang anak (Dina) adalah anak yang cerdas dan dikenal sebagai pribadi yang baik.
Suatu hari, terjadi peristiwa yang tak terduga terjadi pada keluarga Dina, secara tiba-tiba sang suster mendapati Ibu Dina kritis bahkan hamper meninggal. Keibutan dan saling tuduh pun terjadi hingga akhirnya tetangga, teman-teman Dina, dan tetangga Dina pun sepakat untuk melaporkan Dokter dan suster yang selama ini telah merawat ibu Dina ke polisi yang kebetulan adalah ayah Monika, teman Dina.
Namun, sungguh tidak disangka ternyata dokter dan suster yang merawat Ibu Dina adalah sahabat sang polisi dan telah selama bertahun-tahun turut mambantu polisi mengotopsi mayat-mayat misterius. Di tengah, ketegangan yang berlangsung, Dina akhirnya mengaku bahwa dialah yang telah meracuni ibunya sendiri. Mengapa Dina membunuh ibunya sendiri? cari jawabannya, dengan menyaksikan secara langsung pementasannya!...

Opini: “Apa Kata Mereka Tentang Teater Fatwa dan Sekolah Kita?”
Oleh: Bu Yulian Istiqomah, S.Pd.

Teater Fatwa merupakan “Bengkel sastranya” para siswa di MTsN Sumberagung Jetis Bantul. Siswa dapat mengaplikasi dan mengembangkan pengetahuan mereka. Dengan terus berkarya dan mengembangkan diri melalui Teater Fatwa, para siswa secara tidak langsung dapat turut berperan serta dalam memajukan sekolah, yaitu MTsN Sumberagung tercinta ini.
Riani Dwi Astuti (8.A):
Setelah bergabung dalam teater Fatwa, saya jadi lebih percaya diri dan yakin bahwa kita itu bias berkarya dalam bentuk apapun. Saya bangga menjadi bagian dari Teater Fatwa dan MTsN Sumberagung, saya lebih kreatif dan lebih rajin beribadah.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh siswa-siswa lainnya, seperti Heri W. (8.A), Devi R. (8.A), Yuli (8.A), dan Ade (8.A). Jadi, pada dasarnya para siswa merasa bangga menjadi siswa-siswi MTsN Sumberagung dan bertekad untuk selalu
mengembangkan diri dan berprestasi. Oke, deh. Chayo untuk MTsN Sumberagung!!.....

Friday, 18 September 2009

KLUB TEATER FATWA sebagai wadah EKSPRESI siswa



Assalamu'alaikum....sobat FATWA...
Klub teater sekolah kami memang belum lama eksis, namun hal yang luar biasa sudah kami dapatkan. Dalam eskul Teater FATWA di MTsN Sumberagung ini, kami benar-benar bebas melakukan apa yang kami inginkan dengan meng'creat' kan keinginan kami dalam latihan-latihan atau lakon-lakon yang kami perankan.
Wuah....kalian yang cinta pelajaran Bahasa Indonesia atau Seni, mesti gabung dalam klub ini. Dunia Entertaint mini kita yang dapat kita jadikan sebagai wadah kita untuk berekspresi dan bermimpi.
Syukur alhamdulillah... perkembangan IT semakin mempermudah kami untuk merangkul teman-teman dari dalam sekolah maupun luar sekolah. Jadi, sobat FATWA semua dapat terus mengikuti perkembangan kegiatan-kegiatan kami. Mari berekspresi untuk menuju puncak prestasi!!... (salam Redaksi)
Wassalamu'alaikum wr.wb.